Etiologi Penyakit Periodontal….. 3.
Faktor sistemik.
Fakto
–faktor sistemik adalah faktor yan gmempengaruhi tubuh secara keseluruhan;
misalnya faktor genetik, nutrisional, hormonal dan hematologi.
·
Faktor genetik :
Kerentanan
individual terhadap periodontitis kronis umumnya bervariasi dan ada beberapa
individu yang mencapai usia tua tanpa menunjukkan tanda – tanda kerusakan
periodontal, sedangkan individu lainnya sudah terkena serangan periodontitis
yang progresif pada usia yang lebih muda. Variasi pada respons hospes ini
diperantarai oleh berbagai faktor genetik dan tidak berhubungan dengan standar kebersihan mulut.
Ada
sejumlah penyakit genetik, beberapa diantaranya sangat langka, yang
meningkatkan kerentanan terhadap kerusakan periodontal :
a. Sindroma Down (trisomi 21), kerentanan disini
berhubungan dengan terganggunya fungsi neutrofil atau perubahaan jaringan ikat.
b. Sindroma
Chediak-Higashi. Merupakan kondisi autosomal resesif yang langka, ditandai
dengan neutrofil yang terganggu.
c. Hipofosfatasia dan sindroma Papillon-Lefevre
(hiperkeratosis palmaris et planaris). Adalah kondisi genetik yang langka yang
berhubungan dengan periodontitis yang sangat merusak dan berkembang dengan
cepat.
d. Neutropenia siklik. Ditandai reduksi siklik
yang drastis dari jumlah neutrofil sirkulasi yang menyebabkan terjadinya
infeksi periodontal piogenik yang rekuren.
·
Faktor Nutrisi.
Secara
teoritis defisiensi dari nutrien utama dapat mempengaruhi
keadaan gingva dan daya tahannya terhadap iritasi plak, tetapi karena
kesalingtergantungan antara berbagai elemen diet yang seimbang, sangatlah sulit
untuk mendefinisikan akibat defisiensi spesifik pada manusia. Anak – anak yang
mendapatkan gizi cukup umumnya mempunyai gingiva yang lebih sehat dari
pada anak – anak yang gizinya buruk, tanpa ada hubungannya dengan standar
kebersihan mulut. Waerhaug (1967) menemukan hubungan antara keparahan kerusakan
periodontal dan defisiensi vitamin B.
Pada defisiensi nutrisi yang parah,
umumnya disertai dengan kebersihan mulut yang sangat buruk, terlihat adanya
kerusakan jaringan periodontal yang berkembang dengan cepat dan tanggalnya gigi
yang cukup dini.
Prevalensi
gingivitis ulceratif akut juga
meningkat dan keadaan dapat berkembang mengadi cancrum oris yang merusak dan
fatal.
Kerusakan
periodontal yang hebat sudah sejak lama terbukti berhubungan dengan scurvy. Vitamin C diperlukan untuk produksi kolagen, oleh karena itulah
vitamin C juga dibutuhkan untuk pertukaran sel dan perbaikan sel normal, namun
penelitian tentang defisiensi vitamin C tidak menunjukkan adanya perubahan
gingiva yang jelas. Kelihatannya scurvy juga dibutuhkan faktor inflamasi yang
disebabkan oleh plak, agar dapat terjadi perubahan kondisi gingiva. Efek
penambahan diet yang seimbang dan adekuat dan permberian vitamin ekstra sebagai
salah satu bentuk perawatan penyakit periodontal, sampai sekarang ini masih
belum terbukti dengan jelas.
·
Faktor hormonal.
Perubahan
hormon seksual berlangsung semasa pubertas dan kehamilan, keadaan ini dapat menimbulkan
perubahan jaringan gingiva yang merubah respons terhadap produk – produk plak.
Pubertas :
Pada
masa pubertas insidens gingivitis mencapai puncaknya dan seperti dikatakan oleh
Sutcliffe (1972) perubahan ini tetap terjadi walaupun kontrol plak tetap tidak
berubah. Bila masa pubertas sudah lewat, inflamasi cenderung reda sendiri
tetapi tidak dapat hilang sama sekali bila dilakukan pengontrolan plak yang
adekuat.
Kehamilan :
Dahulu
kehamilan selalu dihubungkan dengan gingivitis
dan tanggalnya gigi, tetapi bila rongga mulut dapat dipertahankan tetap
dalam keadaan bersih, gingivitis
biasanya tidak akan timbul pada masa kehamilan. Seperti pada pubertas,
inflamasi ringan akibat plak akan menjadi jauh lebih parah pada masa kehamilan.
Perubahan ini dimulai sejak bulan kedua kehamilan. Setelah partus biasanya
keparahan simtom ini akan berkurang. Disini dianggap bahwa peningkatan jumlah
progesteron akan meningkatkan vaskularisasi dan perubahan dinding pembuluh
darah yang membuat pembuluh menjadi lebih permiabel, perubahan serupa juga
dapat ditemukan pada wanita yang menggunakan pil kontrasepsi yang mengandung progesteron dan estrogen sintesis.
·
Diabetes.
Bukti
– bukti ilmiah belum terlalu jelas, diabetes yang tidak terkontrol kelihatannya
dapat merubah respons jaringan periodontal terhadap plak, khususnya pada kasus yang parah dan sudah berlangsung lama.
Anak – anak yang menderita diabetes umumnya terserang gingivitis yang lebih
parah dari pada anak – anak yang sehat dengan skore plak yang sama (Bernick,
dkk, 1975). Penderita diabetes dewasa terutama pada kasus jangka panjang dengan
perubahan retina mengalami kerusakan periodontal yang lebih besar dari pada
yang tidak menderita diabetes.
·
Faktor hematologi (penyakit
darah).
Penyakit
darah kalihatannya tidak menyebabkan gingivitis, tetapi menimbulkan perubahan
jaringan terhadap plak.
Anemia :
Anemia
didefinisikan sebagai berkurangnya keonsentrasi hemoglobin didalam darah sampai
dibawah batas normal. Anemia karena berbagai penyebab, termasuk perdarahan,
kerusakan kimiawi dan penyakit, tetapi yang paling sereing adalah anemia
defisiensi zat besi yang dapat ditemukan pada sekitar 10 % populasi wanita. Anemia menurunkan kapasitas pembawa oksigen dari darah sedemikian
rupa sehingga pasien cepat letih dan pingsan, sulit bernafas dan merasakan
gelenyar pada jari – jari tangan dan kakinya. Kulit terlihat pucat tetapi hal
ini bukan merupakan tanda karakteristik; pucatnya mukosa mulut termasuk gingiva
merupakan tanda yang lebih dapat diandalakan tetapi keadaan inipun hanya timbul
bila anemia tersebut parah. Lidah mungkin juga terlihat permukaan papila yang
kasar dan menjadi halus. Disini mungkin juga terjadi ulcer aptosa dan keilitis
angularis yang rekuren.
Leukemia :
Ada
beberapa bentuk leukemia yang merupakan proliferasi neoplastik dari jaringan
pembentuk leukosit, terutama pada
sumsum tulang. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya jumlah sel darah putih
didalam sirkulasi dan pada berbagai organ dan jaringan termasuk gingiva. Lesi
orofaringeal merupakan keluhan pertama pada lebih dari 10 % kasus leukemia akut
(Sculy dan Cawson, 1987). Manifestasi gingiva
paling sering ditemukan pada bentuk akut dari leukemia monositik, mielogenus
dan limfatik, tetapi gingiva tidak terlalu sering terkena pada leukomia kronis.
Pada
leukomia akut gingiva pada umumnya lunak, berwarna merah gelap dan bengkak,
pembengkakan dapat sangat besar sehingga gigi
– geligi tertutup gingiva. Disini terlihat perdarahan spontan dari gingiva.
Jaringan periodontal mengalami
kerusakan yang berlangsung dengan cepat disertai dengan kerusakan puncak tulang
alveolar dan tulang apikal serta goyangnya gigi – geligi.
Leukopenia (agranulositosis) :
Leukoppenia
dapat timbul sendiri maupun dalam hubungannya dengan penyakit darah lainnya
dimana aktifitas sumsum tulang tertekan. Tertekannya aktifitas sumsum tulang
juga dapat disebabkan karena berbagai obat. Pada leukopenia jumlah sel darah
putih berkurang, kadang – kadang hampir nol. Karena sel – sel ini merupakan sel
pertahanan tubuh yang penting, leupopenia tentunya menyebabkan meningkatnya
kerentanan terhadap infeksi.
·
Acquired immune deficiency sydrmoe
(AIDS).
Human
immunogeficien virus HIV1 dan HIV2 khususnya
menyerang helper lyphocytes oleh sebab itu akan mengganggu sistem imun. Tidak
ada manifestasi periodontal yang khas dari penyakit ini dan lesi yang terlihat
pada gingiva umumnya disebabkan karena immunodefisiensi yang parah dan infeksi
ikutan. Kandidiasis rongga mulut (thrush) adalah manifestasi AIDS yang
umum dan dapat ditemukan pada hampir 50 % pasien (Scully dan Cawson, 1987)
sarkoma kaposi rongga mulut juga ditemukan dalam persentase yang cukup tinggi
pada pasien – pasein ini.
Penderita
AIDS sangat rentan terhadap akan
kebersihan mulut periodontitis yang agresif dan gingivitis ulceratif akut.
Tulang alveolar dapat terbuka dan pada kondisi ini dapat terjadi
pernanahan (Greenspan. dkk, 1987).
·
Penyakit psikologis :
Gangguan
psikologis dapat meningkatkan laju kerusakan periodontal melalui berkurangnya
aliran saliva, baik karena akibat dari kondisi itu sendiri atau karena terapi
obat yang diterima pasien. Gangguan ini juga mengurangi perhatian pasien.
·
Hiperplasia epanutin :
Obat
anticonvulsan seringkali diberikan pada penderita epilepsi dan mumnya pada
sebagian besar penderita ini terutama yang berusia dibawah 40 tahun terlihat
adanya pembesaran gingiva yang cukup luas.
Gingiva
pada permukaan labial gigi –g eligi anterior terserang lebih parah dari pada
gingiva di sekitar gigi – geligi posterior. Pembengkakan tersebut terbentuk
terutama dari jaringan fibrosa, kecuali bila perubahan inflamasi dapat
diredakan, daerah pembengkakan biasanya keras, berwarna merah muda dan belobus.
Pembengkakan tidak terlalu parah bila kebersihan mulut pasien baik, tetapi bila
sudah terjadi perubahan inflamasi kronis akibat dari plak, pemberian epanutin
akan makin meningkatkan aktifitas fibroblas sehingga akan terlihat lebih banyak
serabut kolagen. Meskipun demikian besar daerah pembengkakan tidak berhubungan
langsung dengan dosis obat. Bila inflamasi berlanjut, terutama selama masa remaja,
pembengkakan gingiva akan menjadi lunak dan berwarna merah serta mudah berdarah
secara spontan.
·
Fibromatosis gingiva:
Merupakan
gangguan gen tunggal herediter yang sangat langka, dimana gingiva membesar dan
hampir menutupi gigi – geligi. Keadaan ini dapat timbul sendriri atau diikuti
dengan hipertrikosis, gangguan mental dan epilepsi. Jaringan yang
membesar umumnya keras, dan berwarna merah muda, terdiri dari pembesaran
jatingan ikat fibrosa. Bila pasien cukup kooperatif, tindakan gingivektomi
dapat memberikan manfaat besar.
·
Dermatosis :
Beberapa
penyakit kulit mempunyai manifestasi rongga mulut yang dapat timbul pada gingiva.
Beberapa penyakit ini sangat langka. Beberapa diantaranya adalah liken planus,
pemfigoid membaran mukosa yang jinak dan pemfigus vulgaris.
Diambil dari
beberapa sumber, diantaranya : Manson & Eley, 1993; terj. Buku Ajar Periodonti
No comments:
Post a Comment